Kedatangan reda setelah hujan menjadi latar suatu perisitiwa, dimana untuk pertama kalinya kita bertemu. Di terminal busway dekat Stasiun Kota Tua. Fatahillah baru saja ku jelajahi. Foto dari bangunan bersejarah itu kini tersimpan di ponsel ku. Perjalanan hari ini aku mulai sendiri namun saat pulang naik Busway aku punya teman ngobrol. Kami satu tujuan sama-sama akan transit di Dukuh Atas. Namun perjalanan sambungan memisahkan kita. Tak ada yang di sesali karena kita sempat bertukar nomor ponsel. Perbincangan di lanjutkan di jembatan penyebrangan.
"Kamu mau kemana?" tanyaku pada sosok berbadan tinggi dan kurus itu
"Aku mau ke Blok M" jawabnya sambil tersenyum
"Kenapa kamu turun disini?"
"Aku masih pengen terus ngobrol banyak sama kamu"
Namanya Reya, dia seorang mahasiswa Universitas swasta di Jakarta. Aku baru saja berkenalannya tadi di terminal. Reya sama sepertiku. Suka memotret dan kadang asyik sendiri ketika sudah main sendirian. Reya sangat hobby di bidang fotografi. Aku sama Reyapun sama-sama menyukai sejarah. Bagi kami benda atau bangunan kuno adalah hal yang menarik untuk di potret dan di perbincangkan.
Reya pun menemaniku hingga aku naik mikrolet. Reya aneh, rumahnya di blok M kok malah nganterin aku sampai naik mikrolet. Bagiku, Jakarta malam sedikit mencekam. Saat ini aku hanya sendiri sebagai penumpang di mikrolet. Aku mengambil posisi duduk dekat pintu. Bukan berarti berburuk sangka. Tapi, ayah ku bilang bahwa di Jakarta harus hati- hati. Sedikit tidaknya tindakan aku ini bisa sebagai antisipasi dari hal yang tak aku inginkan terjadi nantinya.
Tibalah aku di rumah bibi ku. Aku hanya liburan saja ke Jakarta, bukan untuk mengadu nasib di ibukota. Rencananya aku akan berjalan- jalan di Jakarta selama 3 hari. Tiba- tiba handphone ku berdering. Reya menelfonku..
"Halo"
"Eh Reya"
"Kamu udah di rumah?"
"Udah kok Re"
"Oke selamat istirahat ya"
"Oke"
"bye"
"bye"
Percakapan singkat yang membuatku berfikir aneh. Ada apa Reya tiba-tiba menelfonku. Orang baru kenal saja sudah cukup peduli terhadapku. Aku pun segera bergegas ke kamar mandi dan segera beranjak ke kasur untuk menemui mimpi.
Menggambarkan mentari pagi Jakarta. Hari ini Jakarta tampak lengang. Terminal tak begitu ramai. Busway tak begitu padat. Bangku yang kosong pun banyak, semua orang duduk tak ada yang menggantungkan tangannya. Aku hari ini bertujuan ke Kota Casablanca. Aku penasaran dengan pusat keramaian itu.
Berjalan sendirian. Kanan kiriku adalah tujuan belanja bagi siapapun yang membutuhkannya. Mall ini cukup rapi. Terdapat sebuah pelataran yang bisa memandang jalan raya. Ada tempat duduk di sana. Aku membeli minuman dan memutuskan untuk duduk disana. Memandang kokohnya aspal yang menopang kendaraan yang melintas. Angin Jakarta tak sedingin angin Bandung. Akupun memotret bagian ibukota dari sini.
Tiba- tiba ada seorang anak laki- laki duduk di sebelahku. Ia menepuk pundakku. Aku kaget
"Aryo" tanyaku sambil mataku memandang serius ke arah laki- laki itu
"Kamu masih inget aku juga?"
"Ngapain kamu kesini?"
"Aku emang di Jakarta sekarang"
Malas sekali bagiku untuk bertemu Arya. Bagiku, hari ini ia mengganggu liburanku. Aku pergi berlari meninggalkan Arya. Rasanya aku tak mau melihat wajahnya. Rasa sakit hati yang pernah ada rasanya sangat kuat mendorongku untuk tak berbicara dengan Arya. Aku pun mengambil tasku dan langsung berlari menuju lift. Arya tetap mengejarku. Hingga akhirnya ia menarik tanganku di depan pintu masuk Mall.
"Aku bener- bener minta maaf" Arya menatapku begitu serius
"Aku maafin kamu"
"Aku nyesel udah sia-sia in kamu"
"Penyesalan emang dateng di akhir"
"Aku mau ngobrol dulu sama kamu boleh?"
"Aku mau pergi Ya"
Akupun berlari dan langsung naik mikrolet. Handphone ku terus berbunyi. Rupanya Arya terus menelfonku. Akhirnya aku non aktifkan handphone ku. Aku berhenti di terminal busway. Aku menghela nafas. Tuhan, bukannya aku gak mau ketemu Arya lagi. Tapi sebagai yang sakit boleh kan tentunya memulihkan luka. Aku butuh waktu.
Aku menunggu busway cukup lama. Aku menundukkaan kepalaku. Seseorang menepuk pundakku. Aku langsung melihat orang itu sambil menegadah. Rupanya aku bertemu Reya lagi.
"Reya"
"Muka kamu kusut gitu"
"Gak, aku gak apa-apa"
"Serius, cerita deh"
"tadi, aku ketemu Arya mantan aku"
"dia ngapain kamu?"
"masih ngejar, aku udah ga mau liat mukanya"
Tiba-tiba saja Reya memeluk dan mengusap kepalaku. Reya seketika resahku hilang. Terimakasih untuk ketenangan ini. Akhirnya busway nya datang. Aku dan Reya memasuki busway yang sama. Seperti biasa, aku turun lebih awal dari Reya.
"Reya aku duluan ya"
"Okay hati-hati"
Aku pulang. Segera aku kemasi barang-barangku untuk kepulanganku. Aku memilih pulang cepat dari rencana awal. Reya, tadi terakhir kalinya kita bertemu di terminal.
Reya pun menemaniku hingga aku naik mikrolet. Reya aneh, rumahnya di blok M kok malah nganterin aku sampai naik mikrolet. Bagiku, Jakarta malam sedikit mencekam. Saat ini aku hanya sendiri sebagai penumpang di mikrolet. Aku mengambil posisi duduk dekat pintu. Bukan berarti berburuk sangka. Tapi, ayah ku bilang bahwa di Jakarta harus hati- hati. Sedikit tidaknya tindakan aku ini bisa sebagai antisipasi dari hal yang tak aku inginkan terjadi nantinya.
Tibalah aku di rumah bibi ku. Aku hanya liburan saja ke Jakarta, bukan untuk mengadu nasib di ibukota. Rencananya aku akan berjalan- jalan di Jakarta selama 3 hari. Tiba- tiba handphone ku berdering. Reya menelfonku..
"Halo"
"Eh Reya"
"Kamu udah di rumah?"
"Udah kok Re"
"Oke selamat istirahat ya"
"Oke"
"bye"
"bye"
Percakapan singkat yang membuatku berfikir aneh. Ada apa Reya tiba-tiba menelfonku. Orang baru kenal saja sudah cukup peduli terhadapku. Aku pun segera bergegas ke kamar mandi dan segera beranjak ke kasur untuk menemui mimpi.
Menggambarkan mentari pagi Jakarta. Hari ini Jakarta tampak lengang. Terminal tak begitu ramai. Busway tak begitu padat. Bangku yang kosong pun banyak, semua orang duduk tak ada yang menggantungkan tangannya. Aku hari ini bertujuan ke Kota Casablanca. Aku penasaran dengan pusat keramaian itu.
Berjalan sendirian. Kanan kiriku adalah tujuan belanja bagi siapapun yang membutuhkannya. Mall ini cukup rapi. Terdapat sebuah pelataran yang bisa memandang jalan raya. Ada tempat duduk di sana. Aku membeli minuman dan memutuskan untuk duduk disana. Memandang kokohnya aspal yang menopang kendaraan yang melintas. Angin Jakarta tak sedingin angin Bandung. Akupun memotret bagian ibukota dari sini.
Tiba- tiba ada seorang anak laki- laki duduk di sebelahku. Ia menepuk pundakku. Aku kaget
"Aryo" tanyaku sambil mataku memandang serius ke arah laki- laki itu
"Kamu masih inget aku juga?"
"Ngapain kamu kesini?"
"Aku emang di Jakarta sekarang"
Malas sekali bagiku untuk bertemu Arya. Bagiku, hari ini ia mengganggu liburanku. Aku pergi berlari meninggalkan Arya. Rasanya aku tak mau melihat wajahnya. Rasa sakit hati yang pernah ada rasanya sangat kuat mendorongku untuk tak berbicara dengan Arya. Aku pun mengambil tasku dan langsung berlari menuju lift. Arya tetap mengejarku. Hingga akhirnya ia menarik tanganku di depan pintu masuk Mall.
"Aku bener- bener minta maaf" Arya menatapku begitu serius
"Aku maafin kamu"
"Aku nyesel udah sia-sia in kamu"
"Penyesalan emang dateng di akhir"
"Aku mau ngobrol dulu sama kamu boleh?"
"Aku mau pergi Ya"
Akupun berlari dan langsung naik mikrolet. Handphone ku terus berbunyi. Rupanya Arya terus menelfonku. Akhirnya aku non aktifkan handphone ku. Aku berhenti di terminal busway. Aku menghela nafas. Tuhan, bukannya aku gak mau ketemu Arya lagi. Tapi sebagai yang sakit boleh kan tentunya memulihkan luka. Aku butuh waktu.
Aku menunggu busway cukup lama. Aku menundukkaan kepalaku. Seseorang menepuk pundakku. Aku langsung melihat orang itu sambil menegadah. Rupanya aku bertemu Reya lagi.
"Reya"
"Muka kamu kusut gitu"
"Gak, aku gak apa-apa"
"Serius, cerita deh"
"tadi, aku ketemu Arya mantan aku"
"dia ngapain kamu?"
"masih ngejar, aku udah ga mau liat mukanya"
Tiba-tiba saja Reya memeluk dan mengusap kepalaku. Reya seketika resahku hilang. Terimakasih untuk ketenangan ini. Akhirnya busway nya datang. Aku dan Reya memasuki busway yang sama. Seperti biasa, aku turun lebih awal dari Reya.
"Reya aku duluan ya"
"Okay hati-hati"
Aku pulang. Segera aku kemasi barang-barangku untuk kepulanganku. Aku memilih pulang cepat dari rencana awal. Reya, tadi terakhir kalinya kita bertemu di terminal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar